Dilema Idealis atau Realistis
Banyak orang bilang “idealis ? mau makan apa ?!”. Sebenarnya, batas antara realistis dan idealis itu apa ? mengapa seseorang harus menentukan pilihan diantara dua hal tersebut. Banyak tanda tanya yang tidak kunjung menemui jawaban.
Orang yang realistis cenderung melihat fakta yang sedang terjadi di hadapannya sekarang. Mereka menganalisa berdasarkan masalah yang ada, dan berusaha untuk menyelesaikan satu problem itu. Langkah yang diambil cenderung lebih berhati-hati, lebih responsif dan mereka skeptis dalam melihat dunia.
Sedangkan seseorang yang idealis selalu melihat dari kacamata “Seharusnya”. Idealisme sendiri adalah keyakinan atas satu hal yang dianggap benar oleh yang bersangkutan. Kebenaran itu bisa berasal atau bersumber dari pengalamannya, pendidikannya, budaya, atau kebiasaannya. Idealisme dapat termanifestasikan dalam bentuk perilaku, sikap, ide, pendapat, atau cara berfikir.
Bagaimana tidak, selama berada di pendidikan formal, kita diajarkan pola pikir seorang akademisi, bukan seorang praktisi. Bukan berarti menjadi idealis adalah salah. Seseorang tetap butuh nilai ideal yang dia anut untuk mencapai satu tujuan.
Pada kenyataannya seseorang yang berfikir realis terkadang bisa menjadi apa saja asalkan dia membutuhkan sesuatu. Etos kerja dan tidak memilah-memilah pekerjaan adalah salah satu keunggulan orang yang realis. Terkadang, seseorang yang realistis juga melakukan banyak kesalahan yang mana tidak sesuai dengan norma hidup.
Sepertinya tidak ada orang yang seratus persen idealis dan seratus persen realistis. Tanpa adanya sikap realistis, idealisme hanya akan menjadi angan-angan belaka. Sikap idealis tanpa sifat realistis hanya akan menjadi sebuah mimpi kosong.
Kesimpulannya, kedua ideologi ini sama benarnya apabila digunakan secara tepat dan bijaksana. Sikap realistis diperlukan untuk memahami dan meyakini kondisi riil di lapangan. Sedangkan sikap idealis diperlukan untuk memperbaiki atau menyempurnakan kekurangan yang terjadi dalam realita.