Dugaan Kepentingan Politik di Balik Perlawanan Vaksin Nusantara
Diduga ada motif kepentingan industri farmasi global, upaya sejumlah anggota DPR menekan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dinilai sebagai bentuk intervensi politis.
Menurut BPOM dalam menilai dokumen Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) hingga hasil penelitian uji klinis fase I Vaksin Nusantara belum sesuai kaidah penelitian. Diketahui, untuk uji klinis fase I vaksin nusantara ini dimulai dengan penyuntikan yang berlangsung hingga 11 Januari. Lalu, pada 3 Februari dilanjutkan dengan monitoring dan evaluasi.
Keputusan BPOM itu menuai tudingan dari anggota dewan yang terhormat. BPOM dituding seolah menghalangi karya anak bangsa hingga dituding pilih kasih antara Vaksin Nusantara dengan Vaksin Merah Putih.
Sejumlah anggota dewan yang hadir ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto untuk melakukan pengambilan sampel darah pada Rabu, (14/4) mendapat penilaian dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mengatakan keikutsertaan sejumlah anggota dewan itu memunculkan masalah baru apalagi sejak BPOM tidak mendukung kelanjutan uji klinis fase II dengan sejumlah alasan. Harusnya DPR menjadi pihak yang mampu mencarikan jalan keluar di tengah kontroversi atas vaksin nusantara, lanjut Lucius.
Lucius meyakini BPOM telah melakukan tugasnya sesuai dengan aturan dan prosedur yang ada. Sementara, apa yang dilakukan oleh anggota DPR saat ini dinilai sebagai langkah politis yang tidak bisa dibenarkan. “Tidak bisa aksi politik melawan standar-standar yang sudah ditetapkan itu, saya kira dalam konteks DPR menganggap BPOM pilih kasih dan sebagainya itu yang membuat persoalan ini menjadi bertambah pelik, tindakan DPR kemudian dianggap sebagai bentuk dalam tanda kutip intervensi kepada BPOM,” ujarnya.
Menurut Lucius apa yang dipertontonkan oleh sejumlah wakil rakyat itu justru terkesan memolitisasi isu vaksin Nusantara. Lucius menambahkan menurutnya BPOM menjadi pihak kredibel untuk menjelaskan tentang vaksin ini.
Vaksin Nusantara besutan Terawan ini disokong oleh AIVITA Biomedical asal Amerika Serikat. Pengembangan vaksin ini dimulai dengan transfer teknologi mutakhir sel dendritik dari AIVITA Biomedical kepada Rama Pharma. Dalam proses pembuatan vaksin yang tidak murah ini, Terawan Agus mewanti-wanti untuk berhati-hati jika memang Indonesia berniat untuk membuat industri farmasi, termasuk vaksin.