Hutan Adat Papua Dirampas Berkedok “Kesejahteraan”
Sebuah investigasi visual yang dirilis pada Kamis (12/11/2020) menunjukkan perusahaan raksasa asal Korea Selatan “secara sengaja” menggunakan api untuk membuka hutan Papua demi memperluas lahan sawit.
Perusahaan Korea bernama Korindo tersebut merupakan salah satu perusahaan sawit dengan lahan terluas di daerah pedalaman Papua.
“Perusahaan Korindo memiliki perkebunan kelapa sawit terbesar di Papua dan telah menghancurkan sekitar 57 ribu hektare hutan di provinsi tersebut sejak 2001,” tulis siaran dari situs Greenpeace, yang diakses pada Jumat (13/11/2020).
Korindo ditengarai melanggar hukum dengan membakar hutan, namun mereka membantah tudingan tersebut.
Investigasi visual oleh Forensic Architecture yang berbasis di Inggris menyelidiki hal itu. Dengan menggunakan petunjuk visual dari video udara yang diambil oleh Greenpeace Internasional pada 2013 serta sistem geolokasi, mereka menemukan kebakaran terjadi di konsesi PT Dongin Prabhawa — anak perusahaan Korindo.
Akibat dari video investigasi tersebut, warganet pun ramai memasang tagar #SavePapuaForest sebagai bentuk murka Tanah Air sudah diobrak-abrik oleh orang asing.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Direktur Jenderal (Dirjen) Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK sendiri menilai video tahun 2013 yang diinvestigasi oleh Greenpeace Indonesia dkk seharusnya dilaporkan ke Kementerian Kehutanan periode 2009–2014 dan bukan di periode saat ini. “Seharusnya, Greenpeace segera melaporkan bukti video tahun 2013 itu kepada pihak terkait pada saat itu,” katanya.
Lebih lanjut, Rasio menyarankan Greenpeace melaporkan segala peristiwa terkait kebakaran hutan dan lahan (karhutla) apabila memiliki bukti-bukti karhutla seperti kejadian kebakaran hutan di Papua. Rasio juga menegaskan KLHK akan bertindak tegas ke perusahaan yang terbukti melakukan karhutla.
Selain itu Manajer Kajian Kebijakan Wahana Lingkungan Hidup ( Walhi) Boy Even Sembiring menanggapi terkuaknya bukti-bukti pembakaran hutan di Boven Digoel, Papua. Salah satu hal yang Ia tanggapi adalah perihal uang ganti rugi Rp 100.000 per hektare yang dikeluarkan Korindo.
“Pergantian Rp 100.000 per hektar itu sebuah angka yang tidak masuk akal. Mengingat dalam konteks otsus seharusnya semua wilayah di Papua adalah wilayah adat,” jelasnya.
Menanggapi kasus di Papua ini, ia mengingatkan kepada masyarakat akan hal yang sama bisa saja terjadi di daerah lain. Ia mengingatkan agar masyarakat berhati-hati jika ada perusahaan yang mengiming-imingi kesejahteraan.
Hal ini karena tindakan perusahaan tersebut, kata dia, bukan bertujuan kesejahteraan masyarakat melainkan investasi.