Menengok Wajah Bekonang Tanah Kelahiran Pengrajin Alkohol

Tanamtumbuh Media
3 min readDec 3, 2020

--

radarsolo.com

Memasuki desa Bekonang, pemandangan tipikal seperti hamparan sawah luas, subur, dan hijau langsung menyergap dan menenteramkan jiwa. Desa ini terlihat asri dan damai. Penduduknya pun bersikap amat ramah. Namun, siapa sangka bahwa desa ini ternyata kawasan penghasil alkohol?

Desa di timur laut Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah itu dikenal sebagai sentra alkohol medis, satu lagi sebagai sentra miras lokal yang populer dijuluki ciu. Cikal bakal berkembangnya alkohol di desa ini ternyata tak lepas dari pengaruh kultur para penjajah. Rancunya legalitas membuat bisnis ciu terus dijalankan diam-diam oleh pengrajin.

Praktik fermentasi dan penyulingan alkohol di Bekonang tumbuh, sesudah berdirinya pabrik gula Tasikmadu dan perkebunan tebu milik Praja Mangkunegaran pada Abad 18. Masyarakat setempat memproduksi ciu sesuai permintaan dari keraton. Walau tak tersedia arsip detail bagaimana resep ciu ditemukan, minimal warga berpatokan sejak masa itulah Bekonang terkenal sebagai penghasil miras tradisional.

Tradisi ini sempat ditampik pemerintah. Sejak 1981, Pemkab Sukoharjo melarang produksi ciu dan mengarahkan warga mengarahkan keahlian produksi etanol untuk keperluan industri dan medis saja, bukan untuk miras. Imbauan tinggal angin lalu. Sebagian pengrajin tetap memasarkan Ciu Bekonang.

Ciu berbahan baku tetes tebu dengan kadar alkohol 30 persen. Tetes tebu harus melalui proses peragian atau fermentasi, dipanasi dan disuling hingga menjadi ciu. Proses itu kurang lebih memakan waktu lima hari. Pada zaman dahulu, perajin masih menggunakan alat-alat tradisional yang terbuat dari tanah liat.

Tradisi pengelolaan ciu di Bekonang masih bertahan hingga kini. Namun, akibat mahalnya bahan baku dan aturan yang sulit, para perajin ciu di desa ini semakin tahun kian berkurang.

Minum Ciu itu Meditasi

liputan6.com

“Minum Ciu itu meditasi,” ujar pria bernama lengkap Prawoto Bangun Kusumo itu. Di usianya yang sudah menginjak 68 tahun, Mbah Kodok tetap setia menenggak Ciu. “Orang Bekonang itu minum ya minum, tapi lama-lama bosen lah. Palingan kalau mabuk ya tidur, atau ciu untuk curhat,” kelakarnya.

Korban Stigma Negatif

harianmerapi.com

Menajamkan indera penciuman, aroma badek (limbah alkohol) akan tercium di sepanjang jalan. Aroma khas di Desa Bekonang dan desa-desa penghasil alkohol lainnya di Sukoharjo. Aroma itu menemani pemandangan tumpukan kayu bakar dan drum berukuran besar yang terlihat menyempil di antara rumah-rumah warga. Tidak terlihat atraksi perajin ciu.

Sikap tertutup warga itu muncul akibat stigma negatif yang kerap ditujukan pada Ciu, minuman tradisional yang diproduksi di desanya. Belum lagi jika mengingat kawasan tersebut yang dikenal sebagai daerah para santri.

Kini, mereka lebih tertutup pada pembeli. Jika dulu penjualan Ciu terbuka bagi siapa saja yang datang, tidak dengan saat ini. “Ya, sekarang kami takut. Nanti kami disalahkan lagi kalau ada kasus,” tutur Suki, salah seorang pengrajin Ciu di Desa Karangwuni.

--

--

Tanamtumbuh Media
Tanamtumbuh Media

Written by Tanamtumbuh Media

Sebuah Publikasi Seni & Desain Secara Massal.

No responses yet