Menjadi Rutin Membuat Anotasi Untuk Refleksi Diri
Oleh: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Saat kasus corona kemarin kembali meningkat, tiba-tiba aku langsung teringat kembali ke rutinitas baru yang aku lakukan saat bulan Maret 2020 lalu. Di awal-awal pandemi, aku mencari banyak kesibukan agar bisa mempertahankan kewarasan ini. Salah satu kesibukan itu adalah membaca buku. Sebenarnya belum lama sebelum pandemi, aku sudah mulai membiasakan membaca buku, sih. Namun ketika semua kegiatan dirumahkan, kegiatan membaca ini aku buat lebih intens dengan melakukannya secara rutin.
Memasuki gelombang kedua wabah ini, aku mencoba untuk mengeksplorasi kegiatan ini menjadi lebih dari sebelumnya. Lumayan juga setaun kayak gini terus, kok, rasanya monoton sekali, ya. Akhirnya aku mencoba untuk membuat anotasi buku. Itu, loh, kalo kamu lagi baca buku terus nge-highlight kalimat yang penting atau kamu suka, terus kamu tandai pake sticky note yang page markers, itu namanya anotasi.
Kalau boleh jujur, ini bukan hal yang baru untuk aku lakuin. Tapi kalau melakukannya ke buku bacaan, aku bisa dibilang masih awam dengan ini. Untung saja aku menemukan utas di Twitter yang memberikan tips-tips dan cara untuk membuat anotasi yang baik. Langsung saja aku praktikan di buku yang baru aku mau baca.
Kunci untuk membuat anotasi itu satu. Kamu harus tega menekuk buku kamu hingga kamu bisa menggarisbawahi tulisan yang kamu inginkan dengan leluasanya. Ya ampun. Aku yang sempat bingung untuk melakukannya atau tidak, akhirnya memutuskan untuk tetap mantap mengikuti arahan utas tersebut.
Pada awalnya memang terasa agak canggung. Kalo diibaratkan, kayak baru pertama kali ketemu sama teman kencan dari Tinder atau Bumble gitu, deh. Bedanya, ini pas ketemu kalimat yang menarik atau penting, langsung bingung mau dibuat anotasi atau ngga. Seperti ada effort lebih gitu saat mengambil pulpen, menggarisbawahi kalimatnya, lalu menempel sticky note untuk menandakannya.
Saat sudah mulai terbiasa, kecanggungan itu lama kelamaan mulai hilang. Tiap ada sesuatu yang anotasiable (maafkan aku Uda Ivan Lanin karena menggunakan diksi seperti itu), tangan itu langsung reflek mengambil pulpen dan membuat anotasi. Bahkan, di ruang kosong di sticky note-nya, aku sempatkan untuk menulis sekedar rangkuman dari kejadian itu. Sungguh mengasyikkan.
Rasanya cukup senang karena aku sudah berhasil mengeksplorasi kegiatan ini ke ranah yang lebih luas. Tentunya keberhasilan ini harus ku jaga agar bisa tetap konsisten. Selain itu, aku juga merasa kalau kegiatan membuat anotasi ini juga membuatku berpikir kalau ternyata kita membuat anotasi itu tidak hanya di buku yang sedang kita baca. Namun juga pada kehidupan.
Seringkali kita menganggap kalau kegiatan sehari-hari kita sebagai angin lalu. Mungkin kalimat lainnya adalah take everything for granted, dimana kita kurang menghargai sebuah kegiatan atau perilaku seseorang di sekitar kita. Padahal jika kita bisa meng-highlight atau membuat anotasi pada peristiwa tersebut, kita bisa memaknainya lebih dalam.
Saat bisa memaknai sesuatu lebih dalam, kita mampu meningkatkan kepekaan terhadap lingkungan sekitar, serta bisa menjadikan peristiwa tersebut sebagai bahan refleksi diri sendiri. Apakah di peristiwa tersebut kita sudah menjadi pribadi yang baik? Atau masih jauh dari kata baik? Kalau begitu, bagaimana sebaiknya aku berperilaku ke depannya?
Yuk, kita mulai biasakan membuat anotasi di kehidupan sehari-hari.