Teman Perupa ICAD — Adrianto Sinaga

Tanamtumbuh Media
4 min readNov 29, 2021

--

Foto Profil ADRIANTO SINAGA

ADRIANTO SINAGA (Pematang Siantar, 6 November 1970) adalah seorang production designer. Menyelesaikan pendidikan Kriya Kayu di IKJ (1996). Di kampus, ia mulai terlibat dengan dunia produksi artistik saat membantu menata set acara teater dan memproduksi video musik. Setelah lulus, ia sempat bekerja di sebuah production house di bagian produksi artistik visual. Tahun 2002, ia menjadi art director untuk film Ada Apa dengan Cinta. Kini, ia fokus pada kerja production design yang dianggapnya lebih bersifat konseptual dibanding kerja art director.

Sebagai production designer, Adrianto Sinaga bertanggung jawab menerjemahkan ide tertulis yang terdapat di skenario menjadi sebuah rancangan visual, yang kemudian akan dieksekusi oleh divisi produksi lainnya. Dalam membuat sebuah rancangan, ia selalu berangkat dari pemikiran bahwa film adalah visual yang bercerita. Cerita skenario menjadi komponen awal desain. Hasil olahan riset, observasi dan pengetahuan betul-betul mengacu kepada skenario sebagai titik referensi pertama. Titik referensi selanjutnya adalah kamera. Baginya, desain film adalah desain untuk mata kamera. Karena kameralah yang berperan sebagai medium utama penceritaan. Maka itu, desain visual dibuat untuk merespon kebutuhan kamera, seperti pergerakan kamera, lebar layar, dan pencahayaan. Menurutnya, visual mampu hadir berbicara bahkan pada saat dialog belum atau tidak muncul.

Di dalam proses kerja kreatif, ia sangat menekankan ketelitian dan struktur. Ia kerap menguji berkali-kali ide yang didapatnya di tahap awal. Selain untuk menghindari kesalahan saat syuting, uji ide juga bertujuan untuk menentukan rancangan yang dirasanya paling tepat. Oleh karena itu, waktu yang dibutuhkannya dalam proses kreatif cukup panjang. Namun, bukan berarti dengan cara kerjanya yang sistematis itu tidak ada eksperimentasi. Seiring bertambahnya pengalaman, konsep desainnya semakin tegas dan berani. Di Nanti Kita Cerita tentang Hari Ini (2019), ia memilih menggunakan palet hitam untuk seluruh tata setting pameran guna menunjukkan isolasi karakter. Di A Man Called Ahok (2018), ia memindahkan setting kantor tambang ke sebelah ceruk galian untuk menunjukkan rasa panas tambang yang menyusupi perselisihan bisnis keluarga. Ide tersebut, yang sebelumnya tidak ada di skenario, membantu memperkuat dramatisasi penceritaan secara visual.

Beberapa karya produksi artistik Adrianto Sinaga yang dinilai penting adalah Ada Apa dengan Cinta (2002), Eliana, Eliana (2002), Tusuk Jelangkung (2003), Wiro Sableng (2018), dan Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (2019). Desain visual Tusuk Jelangkung mengingatkan kita dengan gaya film Ekspresionisme. Ia kental dengan permainan geometris, tekstur, dan gradasi sebagai simbol paranoia. Di Eliana, Eliana, tata ruang terkesan padat dengan palet merah dan hitam, menunjukkan kepribadian malam Jakarta yang berwarna namun kerap saling bertabrakan dalam diam. Nanti Kita Cerita tentang Hari Ini mengadopsi staging teater yang terbuka. Desain rumahnya memiliki sedikit sekat sehingga interaksi karakter yang berada lintas ruang terintegrasi di layar. Ruang terbuka tersebut menjadi tempat mengeluarkan dan menyimpan konflik keluarga. Sedangkan produksi artistiknya di Wiro Sableng bisa dibilang merupakan satu pencapaian karir. Kecakapannya terlihat semakin matang dalam membangun dunia fantasi yang masif, dengan visual kuat tersemat di setiap penampilan karakter, objek, dan tata lokasi. Film-film dari berbagai genre tersebut menjadi contoh penggunaan elemen desain seperti interior design, product design, costume design, bahkan elemen teater dan seni visual yang dieksekusi dengan baik untuk penceritaan film.

Seniman : Adrianto Sinaga

Judu : Retrospeksi Adrianto Sinaga

Tahun : 2000 — sekarang

Medium/Materia : Video, Arsip, Drawing on Paper, Mindmap

Dimensi : Bervariasi

Image Karya ADRIANTO SINAGA — 01
Image Karya ADRIANTO SINAGA — 02
Image Karya ADRIANTO SINAGA — 03
Image Karya ADRIANTO SINAGA — 04

Deskripsi :

Di kancah industri film, awal tahun 2000 merupakan masa pertumbuhan pesat film dari segi produksi kuantitas dan kualitas. Adrianto Sinaga merupakan salah satu figur penting yang membuat visual film-film yang paling populer saat itu, seperti Ada Apa Dengan Cinta (2002), Eliana, Eliana (2002), Tusuk Jelangkung (2003), dan 30 Hari Mencari Cinta (2004).

Pesatnya pertumbuhan film membuat tanggung jawab dan spesialisasi di art department menjadi semakin besar. Untuk hal itu, Adrianto memilih menggunakan titel Production Designer — dan orang pertama yang menggunakan titel ini setelah sebelumnya menggunakan titel Art Director. Dia menempatkan diri dengan fokus penciptaan visual yang bertumpu pada konsep. Baginya, desain visual tidak hanya tentang bagus tidaknya visual tersebut tertangkap kamera, namun visual haruslah memiliki sebuah konsep yang kuat untuk menyampaikan cerita secara tepat. Konsep yang mampu mengubah skenario ke dalam bentuk visual film dengan kuat dan efektif.

Adrianto menjadi Production Designer melalui pengalaman bertahun-tahun belajar praktik, riset, dan mengobservasi sekeliling untuk referensi visual. Dari belajar kriya kayu sewaktu di IKJ, menjadi skenografer untuk pertunjukkan teater teman_teman di IKJ dan Teater Lembaga IKJ, menjadi standby prop, props master, kemudian art director di periklanan selama kurang lebih 20 tahun lebih. Semua hal tersebut memengaruhi bentuk dan etik kerja Adrianto yang dikenal sekarang: cakap dengan standar kerja yang berstruktur. Peta konsep, presentasi artefak, sketsa dan dokumentasi karya Adrianto kali ini berupaya untuk memetakan semua pengalaman, pencapaian, dan momen yang secara langsung dan tidak langsung telah berpengaruh besar di perjalanan karirnya. Kami berpendapat eksibisi ini dapat memperkenalkan cara kerja production designer dan bagaimana konsep dapat divisualisasikan ke dalam medium tertentu, yakni film.

--

--

Tanamtumbuh Media
Tanamtumbuh Media

Written by Tanamtumbuh Media

Sebuah Publikasi Seni & Desain Secara Massal.

No responses yet