Teman Perupa ICAD — Jumaldi Alfi

Tanamtumbuh Media
4 min readDec 1, 2021
01 Profile Jumaldi Alfi

JUMALDI ALFI (Lintau, Sumatera Barat, 19 Juli 1973) adalah seniman Minangkabau yang berbasis di Yogyakarta. Ia mengenyam pendidikan seni rupa di SMSR (Sekolah Menengah Seni Rupa) Yogyakarta dan lulus dari Seni Lukis ISI Yogyakarta pada tahun 1999. Alfi mengekspresikan karyanya dalam bentuk lukisan. Dalam perkembangan kekaryaannya, Alfi mengeksplorasi berbagai bentuk tema dan gaya hingga presentasi artistik. Tahun 2010, Alfi mengikuti program residensi seniman di Singapore Tyler Print Institute (STPI) yang membuatnya menemukan cara pandang baru terhadap metode berkaryanya.

Metode berkarya Alfi didasarkan pada renungan terhadap sejarah personal dan konteks sosiokultural yang berkelindan dengannya, termasuk spiritualitas. Aktivitasnya dalam dunia literatur, khususnya sebagai pelukis sampul buku, dan persentuhannya dengan komunitas literasi memberikan basis pada Alfi untuk “mengisahkan ulang” teks pengetahuan dalam lukisannya. Unsur visual yang khas dari Alfi adalah bagaimana ia mengolah visual representasional, abstrak, dan teks menjadi sebuah gagasan yang mereferensi teks-teks “kanonik”. Karya-karya dengan pendekatan ini antara lain bisa dilihat dari Seri Penanda, A Letter to Sisyphus, A Letter to Red Riding Hood (2006).

Seri Blackboard Paintings (2010-sekarang) menjadi salah satu penanda dalam periode berkarya Jumaldi Alfi. Visual papan tulis menjadi sarana bagi Alfi untuk mendekonstruksi ide-ide yang mapan dalam sejarah seni rupa. Aksi menjukstaposisi visual lukisan bergaya Mooi Indie di papan tulis dan membenturkannya dengan teks kanon seni rupa Barat merupakan upayanya untuk mempertanyakan kembali dikotomi seni rupa Barat-Timur. Alfi melihat bahwa ada kegagapan dalam seni rupa Indonesia dalam mengadaptasi gaya seni rupa yang datang dari Eropa, padahal budaya kita sendiri penuh dengan pengetahuan yang dapat berkontestasi dengan ide-ide tersebut. Seri ini menghadirkan mockery pada gagasan-gagasan Barat secara paradoksal.

Eksplorasi terbarunya, Digital Spiritualism, menjadi muara bagi ikhtiar Alfi mendekonstruksi sejarah personalnya. Ide tentang bagaimana budaya Minangkabau bekerja dan agama Islam yang menyejarah pada dirinya dibenturkan dengan kenyataan sosialnya di era kontemporer hari ini. Lewat jukstaposisi self-portrait punggungnya sendiri dan teks-teks dalam huruf Arab yang berpadu dengan gaya Alfi sebelumnya, Alfi menginvestigasi bagaimana perkembangan teknologi digital mengakselerasi pemahaman tentang spiritualisme, di satu sisi melahirkan pemahaman yang kaku dan cenderung formalistik.

Bersama kawan-kawan seniman Minangabau yang berkuliah di ISI, Alfi mendirikan Kelompok Seni Rupa Jendela (1996) yang menggugat karya-karya bercorak representasionalisme yang marak terjadi kala itu dengan kembali pada formalisme. Kelompok Seni Rupa Jendela tumbuh menjadi kelompok seni yang produktif dan individu-individunya menjadi pelukis yang mendapatkan sambutan baik di ranah kritik maupun pasar. Penghargaan yang diterima Alfi, antara lain adalah Finalist of the 10th Indonesian Art Awards (2003) dan The Best Painting Awards, Indonesian Institute of Arts (ISI), Yogyakarta, Indonesia (1998).

Tahun 2012, Alfi yang merupakan pendiri platform kulutal OFCA (Office For Contemporary Art) menggagas ruang bernama SaRanG Art Space yang difungsikan sebagai sarana pertukaran gagasan seni rupa dan distribusi pengetahuan seni pada publik. Alfi melihat perlunya infrastruktur yang mendukung dialog pengetahuan seni rupa kontemporer lokal hingga ke taraf global dengan memanfaatkan sumber daya ekonomi, relasi personal, dan kebetulan-kebetulan. Pertumbuhan SaRanG yang organik sampai hari ini melahirkan banyak program pameran, diskusi, residensi internasional, toko buku, hingga pendidikan anak berbasis seni dan kreativitas.

Seniman : Jumaldi Alfi

Judul : Postcard from the past #04

Tahun : 2020

Medium/Material : Acrylic on Canvas

Dimensi : 140 x 190 cm

Deskripsi :

ICAD_Alfi

Seri Blackboard Paintings (2010-sekarang) menjadi salah satu penanda dalam periode berkarya Jumaldi Alfi. Visual papan tulis menjadi sarana bagi Alfi untuk mendekonstruksi ide-ide yang mapan dalam sejarah seni rupa Indonesia dan dunia. Aksi menjukstaposisi visual lukisan kanonik di papan tulis dan membenturkannya dengan teks kanon seni rupa Barat merupakan upayanya untuk mempertanyakan kembali dikotomi seni rupa Barat-Timur. Seri ini menghadirkan mockery pada gagasan-gagasan Barat secara paradoksal.

“Ketika Alfi melukis sebuah lukisan (kanonik) yang ia rujuk, seni menghalangi pandangan langsung ke apa yang ia lukis. Ia tidak melukis pemandangan, tapi dia melukis seni. Seperti dalam lakon trompe-l’oeil, mantra representasi, persepsi representasi sebagai jendela transparan ke dunia, harus dipatahkan agar representasi muncul dan konstruksinya terlihat. Dan Alfi hanya melihat representasi. Dia melihat representasi ideal dari surga orang lain, dan tidak melihat realitas aktual yang direpresentasi ulang oleh lukisan tersebut. Ketika lukisan menggantikan kenangan, mereka menjadi sejarah. Alfi terus melukis sejarah, dalam pembelajaran yang tak pernah usai.” — Michal Ron tentang Jumaldi Alfi.

--

--